PERLINDUNGAN TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN
DARI ANCAMAN KEKERASAN KRIMINAL
OLEH
AKBP ANDRY WIBOWO, SIK, MH, MSI
PENDAHULUAN
Pada Bulan agutus 2012
Saat Masyarakat Muslim Sedang Merayakan Puasa Dan Lebaran Dan Polisi Sedang
Melaksanakan Operasi pengamanan Lebaran, Tiba-tiba kita dikagetkan dengan
penyerangan bersenjata terhadap polisi yang bertugas di beberapa pos polisi di
wilayah solo yang mengakibatkan korban luka dan pada serangan terakhir pada
tanggal 29-30 agustus mengakibatkan seorang polisi bernama serka Dwi yang
sedang bertugas di salah satu pos polisi di solo Meninggal dunia akibat
Tembakan jarak dekat yang dilakukan oleh kelompok penyerang yang kemudian
diketahui sebagai kelompok teroris yang ditangkap dalam sebuah penyergapan yang
mematikan yang mana seorang anggota densus 88 brigadir suherman juga meninggal
dunia akibat tembakan peluru kelompok teroris tersebut.
Polisi sebagai korban
kekerasan merupakan fenomena yang terjadi di dunia tugas kepolisian dimanapun.
Dengan spesialisasi fungsi kepolisian yang diantaranya sebagai bagian dari
aparat penegak hukum , petugas-petugas kepolisian dimanapun rentan mengalami
kekerasan dalam menjalankan tugasnya. Apalagi dengan terus meningkatnya trends dan
modus operandi berbagai bentuk kejahatan
seperti narkotika, terorisme, premanisme maupun kejahatan
konvensional lainnya seperti pencurian
dengan kekerasan sampai dengan konflik sosial yang tidak sedikit menggunakan
berbagai bentuk senjata tajam maupun senjata api dan bahan peledak maka resiko
petugas kepolisian menjadi korban kekerasan menjadi semakin tinggi.
Hal ini merupakan
tantangan profesi kepolisian sebagai penjaga demokrasi dan peradaban dimasa
kini dan masa datang yang perlu dijawab oleh pemerintah seiring dgn kebutuhan
akan penguatan daya operasional kepolisian dalam mencegah dan menanggulangi
fenomena kejahatan tersebut di masyarakat.
Belajar dari Amerika Serikat
Dalam sebuah buletin
majalah di amerika serikat yang diterbitkan oleh asosiasi para kepala
kepolisian di Amerika Serikat pada bulan Agustus 2012 ditulis tentang
dibentuknya suatu badan atau suatu komisi di salah satu departemen kehakiman
Amerika Serikat yang mengurusi tentang upaya-upaya pencegahan dan perlindungan
terhadap anggota kepolisian dari berbagai bentuk kekerasan kriminal.
Badan ini merupakan
inisiasi yang dilakukan oleh Presiden Barack Obama pada tahun 2010 atas
rekomendasi asosiasi para kepala kepolisian di Amerika Serikat dalam meresponse
fenomena meningkatnya kekerasan yang mengakibatkan fatalitas dan traumatik yang terjadi pada anggota-anggota
kepolisian yang bertugas di lini-lini terdepan pelayanan masyarakat.
Dengan sistem kepolisiannya yang fragmented
atau terbagi-bagi dalam negara-negara federal yang ada pada yuridiksi amerika
serikat, fenomena peningkatan kekerasan terhadap anggota kepolisian dalam
berbagai bentuknya di berbagai yuridiksi amerika serikat mendorong para kepala
kepolisian di sana untuk berkumpul dan merumuskan langkah-langkat yang
sepatutnya dilakukan oleh pemerintah dan kepolisian untuk meningkatkan
perlindungan terhadap anggota kepolisian yang bertugas di lapangan.
Setelah diawali dengan
suatu penelitian dan pengkajian tentang kekerasan terhadap anggota kepolisian
disana, pada tahun 2010 President Asosiasi Internasional Para Kepala
Kepolisian J.CARROL menyerukan kepada
pemerintah untuk membangun suatu rencana aksi nasional dalam rangka melindungi
anggota-anggota kepolisian dari ancaman kekerasan kriminal.
Rencana aksi ini terus
berlanjut yang bermuara terbentuknya suatu badan atau sub komisi di dalam
pemerintah yang bertugas untuk membuat berbagai kebijakan yang berhubungan
peningkatan perlindungan terhadap anggota-anggota kepolisian yang bertugas di
lini-lini terdepan kegiatan dan operasi kepolisian mulai dari perumusan
kebijakan, pelatihan, evalusasi terhadap seragam kepolisian dan perlengkapan
kepolisian yang mampu lebih melindungi anggota kepolisian dari kekerasan
kriminal.
Bagaimana dengan
Indonesia , Demokrasi telah melahirkan suatu situasi peningkatan kesadaran hak
azasi manusia yang begitu pesat di masyarakat. Transformasi sistem politik orde
baru kepada sistem politik orde reformasi telah melahirkan suatu situasi yang relatif
berbeda . masyarakat tidak lagi tersentralistik pada perintah negara tetapi
masyarakat telah telah terfragmentasi pada budaya kelompoknya dan tunduk pada
perintah imam atau ketua kelompoknya.
Bagaimana dengan kepolisian
, pasca pemisahan POLRI dari ABRI masyarakat melihat kepolisian sebagai lembaga
independent yang “powerfull” yaitu memiliki wewenang yang luas dalam melakukan
kontrol terhadap masyarakat. Namun sesungguhnya dibalik wewenang yang luas yang diberikan kepada
polisi, polisipun saat ini adalah salah satu lembaga yang paling dikontrol baik
oleh sistem politik, maupun sistem sosial. Lihat saja bagaimana jumlah lembaga
yang mengkontrol polisi pada saat ini seperti KPK,BPK,KOMNAS HAM,KOMNAS ANAK,KOMPOLNAS
maupun DPR serta lembaga lain yang dibentuk oleh UU untuk melakukan tugas-tugas
penyelidikan maupun penyidikan maupun supervisi, belum lagi perkembangan
industri media massa menjadikan topik topik yang berkaitan dengan polisi adalah
topik yang menarik untuk dipublikasikan dan menguntungkan secara ekonomi dalam
praktek-praktek industri pemberitaan.
Demikian Pula di sisi
lain menjamurnya lembaga-lembaga swadaya masyarakat bagaikan jamur di siang
hari juga menjadi bagian dari sistem sosial yang mengkontrol tugas-tugas
kepolisian di masyarakat seperti IPW, ICW, KONTRAS, LBH dsb.
Tetapi Ironi yang terjadi
dilapangan , Kekerasan Masyarakat dan Kriminal Justru meningkat seiring dengan
tuntutan masyarakat kepada kepolisian untuk bertindak lebih humanis, demokratis
dan arif sebagai wujud dari tuntutan penggiat Hak Azasi Manusia. Pendekatan yang
tegas selalu dikaitkan dengan pelanggaran HAM yang selalu menyudutkan Polisi
dan mengabaikan kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat, sebaliknya pendekatan
yang lunak terkadang dianggap sebagai kelemahan polisi yang tidak tegas
terhadap fenomena kekerasan yang ada.
PENUTUP
Dalam kondisi ini
tentunya perlu kita pikirkan bersama apa yang harus dilakukan untuk kepolisian
negara republik indonesia jika sistem demokrasi yang dianggap paling rasional
dan etis ini tetap dipertahankan dalam menghadapi tantangan operasionalnya yang
semakin kompleks dan berbahaya.
Tentunya kita sepakat
bahwa negara dan masyarakat ini perlu dilindungi secara maksimal dari berbagai
ancaman kejahatan yang terjadi tetapi juga kita perlu pikirkan perlindungan
yang lebih baik bagi anggota-anggota kepolisian yang bertugas di lini-lini
operasional terdepan dalam memerangi kejahatan sekaligus sebagai penjaga
demokrasi dan peradaban.
Tanpa mereka hukum dan UU yang ada tidak akan
berarti apa –apa dan sudah waktunya kita semua menghargai profesi kepolisian
dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar