“MARI
BERUBAH”
MENJADI
POLISI YANG BAIK DAN KUAT
OLEH
AKBP
ANDRY WIBOWO,Sik,MH,Msi
I.
Latar Belakang
Polisi merupakan salah satu profesi yang
memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan profesi birokrat lainnya.
Polisi tidak saja khas dalam tugas pokoknya yaitu memelihara kamtibmas,
perlindungan pelayanan dan pengayoman masyarakat serta penegakkan hukum tetapi
juga dalam sifat operasionalisasi tugas pokok ,fungsi dan perannya, polisi
menjadi salah satu institusi yang selalu dihadapkan kepada berbagai permasalahan social yang bermuara kepada
gangguan kamtibmas selama 24 jam , 7 hari dan 365 hari. suatu situasi yang
mendorong polri bekerja tanpa henti selama potensi gangguan kamtibmas tersebut
terjadi dan dapat mengancam rasa aman masyarakat sekaligus melindungi jiwa dan
harta bendanya.
Dengan tingkat frekuensi pekerjaan yang
begitu tinggi serta sifat pekerjaannya yang menitik beratkan pada aspek sumber
daya manusia (man heavy) maka
keberadaan polisi di tengah-tengah masyarakat selalu mengalami situasi yang
ambivalen yaitu dirindukan (sebagai tokoh protagonist) sekaligus dibenci (
sebagai tokoh antagonis).Secara kuantitatif 2 (dua) situasi ini berpotensi sama
terjadi setiap hari, jika ada 100.000 polisi yang bekerja setiap hari dalam
melayani masyarakat maka ada peluang 100.000 kali polisi mencatatkan
kebaikannya sebaliknya juga ada peluang 100.000 kali polisi mencatatkan
keburukkannya setiap hari.
Protagonisme polisi selalu hadir manakala
polisi dengan cepat dan profesional mampu menjalankan tugas pokoknya dalam
melindungi dan melayani masyarakat dari berbagai ancaman kejahatan baik
terhadap jiwa dan harta bendanya, hadir dalam kesulitan kesulitan masyarakat
untuk menolong dan mencari jalan keluar, termasuk di dalamnya adalah menjadi
warga yang baik di lingkungan tempat tinggalnya.
Sentuhan
sentuhan kebaikan polisi tersebut tentunya akan selau membekas dalam diri
masyarakat dan akan dikenang serta diceritakan selalu.Potret kebaikan polisi
seperti inilah kemudian akan menjadikan polisi percaya diri karena pekerjaannya
akan mendapatkan tempat yang terdalam dalam hati masyarakat.
Sebaliknya kebaikan dan kemuliannya tugas
pokok, fungsi dan peran polisi akan hilang, manakala polisi dikenang sebagai
tokoh jahat yang justru menambah kesulitan yang didera oleh masyarakat. Polisi
pemeras, Polisi yang tidak adil dalam penegakkan hukum, Polisi yang tidak lagi
memihak kebenaran tetapi lebih didasarkan kepada kepentingan pribadi (vested Interest), polisi yang tidak
peka dan sigap terhadap persoalan social yang bermuara pada ancaman gangguan
kamtibmas, polisi yang tidak cakap dalam menjawab tantangan situasional serta
selalu mengedepankan kekerasan sebagai
jalan pintas dalam penyelesaian masalah social di masyarakat sehingga polisi
dianggap tidak lebih dari sebagai centeng bagi mereka yang kuat dan berkuasa.
Apalagi ketika kejahatan merajalela dan
polisi lambat menanggulanginya maka lengkaplah sudah cercaan dan stigma
masyarakat kepada polisi. Demikian pula setiap tetesan darah dan aliran rupiah
masyarakat sebagai dampak kesewenang-wenangan polisi dalam menangani masyarakat
akan menjadi luka bagi masyarakat yang selalu mengidamkan sosok polisi yang
baik dan kuat (Good and Strong Policemen).
Tentunya dengan memahami dua potret dasar
diatas sebagai insan bhayangkara yang baik kita menginginkan sosok polisi yang
protagonist yang selalu ada di hati masyarakat, sosok polisi yang selalu
memiliki kesan baik sebagai pribadi maupun dalam menjalankan tugasnya serta
polisi yang cakap (kuat) dalam menghadapi gelombang persoalan masyarakat yang
datangnya silih berganti.Karena situasi masyarakat adalah kehendak alamiah yang
harus mampu dijawab oleh setiap insane bhayangkara.
II.
Beberapa Permasalahan Menuju Polisi Yang Baik Dan Kuat
Menjadikan Polisi Yang Baik Dan Kuat tidak
saja menjadi harapan ideal dari masyarakat Indonesia sebagai pemberi amanah
kekuasaan kepolisian kepada Polri, tetapi hal ini sudah menjadi bagian dari
sejarah perjalanan bangsa dan Polri
sejak era kemerdekaan, pembangunan (orde baru) s/d era demokrasi (reformasi)saat
ini.
Sejarah Polri mencatat bahwa Polri pernah memiliki sosok Jenderal
Hoegeng sebagai tauladan dari sosok polisi yang baik dan kuat, dalam era era
selanjutnya kita memiliki sosok jenderal awaloedin Djamin yang cerdas dan telah
meletakkan dasar-dasar administrasi kepolisian pada organisasi Polri, demikian
pula dengan sosok sosok pemimpin Polri selanjutnya yang selalu menginginkan
polisi semakin baik dan kuat sesuai dengan harapan masyarakatnya.
Kita pernah mengenal program Rekonfu pada
era kepemimpinan Jenderal Polisi Anton Sudjarwo, Kita pernah mengenal program
panca siap dan sapta siap demikian pula era era selanjutnya sampai dengan era
kepemimpinana Jenderal Polisi Timur Pradopo kita dipacu dengan program
revitasasi Polri.Semua kebijakan dan direktif pimpinan Polri Tersebut ditujukan
untuk mendorong Polri semakin baik dan kuat, apalagi tantangan situasional saat
ini yang berubah demikian cepat akibat dari globalisasi informasi yang
berakibat pada pertukaran kebudayaan yang semakin luas dan cepat hingga ke
pelesok wilayah di Indonesia yang telah banyak mempengaruhi kebiasaan
masyarakat sehari hari.
Program dan direktif pimpinan Polri yang
sudah berjalan secara berkesinambungan selama usia Polri berdiri , belum
menjadikan Polri dikenang sebagai polisi yang baik dan kuat.Sebaliknya perilaku
anggota atau kesatuan yang menyalahgunakan kewenangannya dan dipublikasi di
media massa secara terus menerus berakibat pada penurunan citra dan popularitas
polisi.
Beberapa
kasus yang memunculkan kesan tersebut adalah penggunaan kekerasan yang
tidak proposional kepada masyarakat dalam aksi penertiban unjuk rasa ,
pemerasan dan penyalahgunaan kekuasaan penyidikan pada penanganan perkara
pidana di Polisi, penyidikan yang tidak memperhatikan azas keadilan pada kasus-kasus
yang terjadi pada kaum marginal, kasus-kasus penanganan pelanggaran dan
kecelakaan lalu lintas, rekruitmen anggota kepolisian dan pengadaan barang dan
jasa di lingkungan kepolisian.
Beberapa kasus tersebut mewakili situasi
interaksi kepolisian dan masyarakat yang berakibat pada citra dan popularitas
polisi yang buruk, tentunya hal tersebut tidak dapat dibiarkan dan berkembang
menjadi budaya organisasi yang pada akhirnya akan menurunkan kepercayaan
masayarakat kepada lembaga Polri.
Upaya yang dapat dilakukan untuk penanganan
tersebut adalah mengidentifikasi simpul-simpul penyebab permasalahan diatas,
yang kemudian di cari solusi yang tepat untuk mengurangi bahkan meniadakannya.
Dari beberapa catatan kecil penulis maka
permasalahan tersebut terjadi di lingkungan Polri disebabkan oleh beberapa
factor :
1.
Kepribadian
Kepribadian merupakan unsur Pertama
terjadinya penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh anggota Polri. polisi
lahir dari masyarakat melalui proses
recruitment yang diadakan secara periodic setiap tahun.
Setiap individu calon anggota Polri
selalu membawa kepribadian awal dari lingkungan asal. kepribadian ini lahir
dari sifat bawaan keluarga (kultur asli), lingkungan anak – anak dan remaja
(sekolah dan teman bermain) termasuk didikan ayah dan ibunya.
Pada kenyataannya pendidikan kepolisian apapun levelnya tidak semuanya berhasil
merubah kepribadian individu yang kemudian menjadi seorang polisi sebagaimana
yang diharapkan.
Seseorang
yang lahir di dasarkan pada temperamen yang kasar secara tidak langsung juga
akan melahirkan sosok polisi yang sewaktu – waktu kepribadiannya yang kasar ini
akan mewarnai perannya sebagai seorang Polisi. Sebaliknya seseorang yang
membawa kepribadian awal yang baik juga ada kecendrungan akan menjadi sosok
polisi yang relative berkepribadian baik , meskipun pada faktanya hubungan
kasualitas genetic ini tidak selalu bersifat linier.
2.
Keluarga
Unsur kedua adalah keluarga. banyak kasus
polisi yang awalnya baik ketika hidup sendiri kemudian berubah menjadi polisi
yang korup karena meningkatnya kebutuhan keluarga yang tidak tercukupi oleh
gajinya atau bertindak kasar akibat tekanan konflik di rumah tangga.
Sebaliknya pula tidak sedikit peran
keluarga juga menjadi seorang polisi itu baik dalam bertugas bahkan berkembang
menjadi seorang polisi yang berkepribadian luhur dan selalu melaksanakan
tugasnya secara sungguh-sungguh.
3.
Mis Manajemen
Unsur berikutnya adalah kesalahan pengelolaan dalam
organisasi polri:
a.
The Right Man On The Right Place :
Belum diterapkannya prinsip The Right Man On The Right Place dalam
system pembinaan personil khususnya dilevel bintara dan pama. system pembinaan
yang ada saat ini cenderung sekedar mencukupi DSPP. system pembinaan perosnil
yang ideal belum optimal dilaksanakan pada level bintara dan pama yang sebagian
besar menjadi tanggung jawab Bag SDM tingkat Polres sehingga berdampak pada
kwalitas kinerja kesatuan di level pelayanan belum optimal.
Prinsip the right man on the right place dalam pembinaan personel akan
sangat menentukan warna sentuhan kepolisian kepada masyarakat khususnya mereka
yang bertugas di lini-lini pelayanan dan operasional terdepan (Front
Line Officer) seperti Bhabinkamtibmas, petugas patroli, penyelidik
kejahatan, penyidik pembantu, petugas lalu lintas di jalan, anggota satuan
dalmas, dimana sehari harinya mereka harus menghadapi
berbagai permasalahan masyarakat yang memiliki karakteristik berbeda-beda.
b. Pudarnya Profesionalisme Profesi Kepolisian (Etika,
Teknis, Taktis dan Keterampilan) :
Dirasakan saat ini profesionalisme profesi
kepolisian memudar baik di hampir semua level kepangkatan. keterampilan
keterampilan dasar kepolisian seperti kemampuan beladiri polri, turjawali,
lidik kepolisian, dan sebagainnya dirasakan menurun begitu pula pada penguasaan
taktis dan teknis kepolisian maupun manajemen dasar pada pengelolaan
organisasi.
Situasi tersebut diperburuk dengan biasnya
nilai – nilai dasar sebagai seorang polisi apakah sebagai alat penguasa atau
sebagai abdi masyarakat yang melekat pada karakter pribadi-pribadi polisi.
Ketika karakter sebagai penguasa yang lebih kuat maka polisi tersebut akan
menjadi masyarakat sebagai objek kekuasaannya sebaliknya ketika karakter
sebagai seorang abdi lebih kuat maka seorang polisi akan menempatkan masyarakat
sebagai cermin dari pekerjaannya.Hal ini sangat ditentukan oleh kepahaman
anggota pada nilai-nilai moral dan tata laku yang ada pada etika kepribadian
dan etika kelembagaan Polri.
c.
Apatisme di Lingkungan Manajemen :
Demokratisasi dilingkungan kepolisian
disisi lain mengakibatkan menurunnya pengawasan atasan kepada bawahan. atasan
saat ini takut menindak kepada bawahan dikarenakan sungkan dan menganggap
bawahan bisa berjalan sendiri – sendiri yang terpenting tidak melakukan
pelanggaran.
Sebaliknya
bawahan banyak menyalahgunakan situasi ini sehingga terjadi disorganisasi
(satuan tidak solid dan tidak professional).Anggota di sisi lain menyadari akan
hak haknya tetapi tidak diikuti dengan kemauan untuk meningkatkan kemampuan
diri sendiri sebagai bagian dari meningkatnya tanggung jawabnya.
d.
Lemahnya “Field Leadership”
Banyak kepemimpinan lapangan yang lemah,
akibatnya terjadi disorganisasi dan disorientasi tugas dan peran kepolisian di
lapangan. kepemimpinan yang lemah ditandai dengan :
-
Ketidak mampuan mengelola kekuatan pada saat kritis
serta memilih cara yang tepat untuk
menghadapinya serta mengambil resiko pada keputusan yang diambil.
- Disiplin anggota yang menurun dalam melaksanakan
standar operational procedure.
-
Kepemimpinan yang hilang akibat lemahnya ketauladanan.
-
Kepemimpinan lapangan yang tidak tahu apa yang harus
dilakukan untuk mengelola sumber daya organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan
organisasi.
-
Kepemimpinan yang kurang memiliki cara pandang kedepan
terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh unit atau satuannya.
4.
Lingkungan Sosial
Lingkungan social juga memainkan peranan
yang tidak kalah penting dalam membentuk karakter dan kepribadian seorang
anggota Polri.
Pengaruh lingkungan social yang hedonis
dan semakin mahal mengakibatkan banyak polisi yang harus berfikir untuk mencari
tambahan demi mencukupi kebutuhan keluarga dan sosialnya sekaligus mengikuti
budaya dan gaya hidup hedonisme.
Gang – gang narkotika dan kejahatan
lainnya juga banyak memberikan pengaruh bagi polisi-polisi muda untuk menjadi
bagian dari budaya mereka.
Demikian pula dengan meningkatkan asosiasi
masyarakat yang menggunakan cara cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah,
sedikit banyak akan mempengaruhi cara kebanyakan polisi dalam memilih cara bertindak
kekerasaan sebagai jalan satu satunya dan praktis ketika mereka harus
dihadapkan pada situasi ini karena pada kenyataanya yang takut akan potret
kekerasan masyarakat adalah tidak hanya masyarakat tetapi juga polisi secara
pribadi.
III.
Penutup
Permasalahan permasalahan tersebut
tentunya tidak dapat dipecahkan dalam waktu singkat dan dalam tulisan ini
penulis menyerahkan kepada pembaca untuk ikut berfikir dan melaksanakan
cara-cara yang paling tepat untuk membangun polisi yang “baik dan kuat” berdasarkan
berbagai permasalahan internal yang dirasakan ada di dalam organisasi Polri
serta pendekatan pendekatan perubahan yang ingin dilakukan.
Sebagai penutup penulis ingin menyampaikan
ulang tentang sebuah puisi yang disampaikan oleh Wesminter Abbey di Inggris
Beberapa Abad Lalu tentang “Mari Berubah”.
Semoga mampu menjadi inspirasi bagi setiap
anggota Polri yang masih memiliki kepedulian terhadap Polri yang baik dan kuat
demi masa depan bangsa Indonesia yang bersatu, berkepribadian dan sejahtera.
Mari Berubah :
“ Ketika Aku Masih Muda dan Bebas Berkhayal Aku Bermimpi
Ingin Mengubah Dunia Seiring Dengan Bertambahnya Usia dan KearifanKu .
Kudapati Bahwa Dunia Tidak Kunjung Berubah Maka Cita-citaku
itupun agak kupersempit.
Lalu Kuputuskan Untuk Hanya Mengubah Negeriku, Namun
Tampaknya Hasrat Itupun Tiada Hasilnya.
Ketika Usiaku Semakin Senja, Dengan Semangatku Yang masih
tersisa Kuputuskan Untuk mengubah Keluarga, Orang-orang yang paling dekat
denganku.
Tapi celakanya, merekapun tidak mau diubah.
Dan Kini, Sementara Aku Berbaring Saat Ajal Menjelang
Tiba-tiba Aku Sadari, Andaikan Yang Pertama-tama Kuubah adalah diriku, maka
dengan menjadikan diriku sebagai Panutan, mungkin aku bisa mengubah keluargaku.
Lalu Berkayal Inspirasi dan Dorongan Mereka, Bisa Jadi Akupun
Mampu Memperbaiki Negeriku.
Kemudian Siapa Tahu Aku Bahkan Bisa Mengubah Dunia.
Salam Saya,
AKBP Andry Wibowo,
Sik,MH,Msi
Sangat baik sebagai bahan guna diimplementasikan dilapangan. Saran kiranya perlu disandingkan dgn Etika Profesi Kepolisian.
BalasHapus(Agus S Bakrie)