Entri Populer

Minggu, 05 Februari 2012

MARI BERUBAH


“MARI BERUBAH”
MENJADI POLISI YANG BAIK DAN KUAT
OLEH
AKBP ANDRY WIBOWO,Sik,MH,Msi

I.                   Latar Belakang

Polisi merupakan salah satu profesi yang memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan profesi birokrat lainnya. Polisi tidak saja khas dalam tugas pokoknya yaitu memelihara kamtibmas, perlindungan pelayanan dan pengayoman masyarakat serta penegakkan hukum tetapi juga dalam sifat operasionalisasi tugas pokok ,fungsi dan perannya, polisi menjadi salah satu institusi yang selalu dihadapkan kepada berbagai  permasalahan social yang bermuara kepada gangguan kamtibmas selama 24 jam , 7 hari dan 365 hari. suatu situasi yang mendorong polri bekerja tanpa henti selama potensi gangguan kamtibmas tersebut terjadi dan dapat mengancam rasa aman masyarakat sekaligus melindungi jiwa dan harta bendanya.
Dengan tingkat frekuensi pekerjaan yang begitu tinggi serta sifat pekerjaannya yang menitik beratkan pada aspek sumber daya manusia (man heavy) maka keberadaan polisi di tengah-tengah masyarakat selalu mengalami situasi yang ambivalen yaitu dirindukan (sebagai tokoh protagonist) sekaligus dibenci ( sebagai tokoh antagonis).Secara kuantitatif 2 (dua) situasi ini berpotensi sama terjadi setiap hari, jika ada 100.000 polisi yang bekerja setiap hari dalam melayani masyarakat maka ada peluang 100.000 kali polisi mencatatkan kebaikannya sebaliknya juga ada peluang 100.000 kali polisi mencatatkan keburukkannya setiap hari.
Protagonisme polisi selalu hadir manakala polisi dengan cepat dan profesional mampu menjalankan tugas pokoknya dalam melindungi dan melayani masyarakat dari berbagai ancaman kejahatan baik terhadap jiwa dan harta bendanya, hadir dalam kesulitan kesulitan masyarakat untuk menolong dan mencari jalan keluar, termasuk di dalamnya adalah menjadi warga yang baik di lingkungan tempat tinggalnya.


 Sentuhan sentuhan kebaikan polisi tersebut tentunya akan selau membekas dalam diri masyarakat dan akan dikenang serta diceritakan selalu.Potret kebaikan polisi seperti inilah kemudian akan menjadikan polisi percaya diri karena pekerjaannya akan mendapatkan tempat yang terdalam dalam hati masyarakat.

Sebaliknya kebaikan dan kemuliannya tugas pokok, fungsi dan peran polisi akan hilang, manakala polisi dikenang sebagai tokoh jahat yang justru menambah kesulitan yang didera oleh masyarakat. Polisi pemeras, Polisi yang tidak adil dalam penegakkan hukum, Polisi yang tidak lagi memihak kebenaran tetapi lebih didasarkan kepada kepentingan pribadi (vested Interest), polisi yang tidak peka dan sigap terhadap persoalan social yang bermuara pada ancaman gangguan kamtibmas, polisi yang tidak cakap dalam menjawab tantangan situasional serta selalu mengedepankan kekerasan  sebagai jalan pintas dalam penyelesaian masalah social di masyarakat sehingga polisi dianggap tidak lebih dari sebagai centeng bagi mereka yang kuat dan berkuasa.

Apalagi ketika kejahatan merajalela dan polisi lambat menanggulanginya maka lengkaplah sudah cercaan dan stigma masyarakat kepada polisi. Demikian pula setiap tetesan darah dan aliran rupiah masyarakat sebagai dampak kesewenang-wenangan polisi dalam menangani masyarakat akan menjadi luka bagi masyarakat yang selalu mengidamkan sosok polisi yang baik dan kuat (Good and Strong Policemen).

Tentunya dengan memahami dua potret dasar diatas sebagai insan bhayangkara yang baik kita menginginkan sosok polisi yang protagonist yang selalu ada di hati masyarakat, sosok polisi yang selalu memiliki kesan baik sebagai pribadi maupun dalam menjalankan tugasnya serta polisi yang cakap (kuat) dalam menghadapi gelombang persoalan masyarakat yang datangnya silih berganti.Karena situasi masyarakat adalah kehendak alamiah yang harus mampu dijawab oleh setiap insane bhayangkara.


II.                Beberapa Permasalahan Menuju Polisi Yang Baik Dan Kuat

Menjadikan Polisi Yang Baik Dan Kuat tidak saja menjadi harapan ideal dari masyarakat Indonesia sebagai pemberi amanah kekuasaan kepolisian kepada Polri, tetapi hal ini sudah menjadi bagian dari sejarah perjalanan bangsa dan Polri  sejak era kemerdekaan, pembangunan (orde baru) s/d era demokrasi (reformasi)saat ini.

Sejarah Polri mencatat  bahwa Polri pernah memiliki sosok Jenderal Hoegeng sebagai tauladan dari sosok polisi yang baik dan kuat, dalam era era selanjutnya kita memiliki sosok jenderal awaloedin Djamin yang cerdas dan telah meletakkan dasar-dasar administrasi kepolisian pada organisasi Polri, demikian pula dengan sosok sosok pemimpin Polri selanjutnya yang selalu menginginkan polisi semakin baik dan kuat sesuai dengan harapan masyarakatnya.

Kita pernah mengenal program Rekonfu pada era kepemimpinan Jenderal Polisi Anton Sudjarwo, Kita pernah mengenal program panca siap dan sapta siap demikian pula era era selanjutnya sampai dengan era kepemimpinana Jenderal Polisi Timur Pradopo kita dipacu dengan program revitasasi Polri.Semua kebijakan dan direktif pimpinan Polri Tersebut ditujukan untuk mendorong Polri semakin baik dan kuat, apalagi tantangan situasional saat ini yang berubah demikian cepat akibat dari globalisasi informasi yang berakibat pada pertukaran kebudayaan yang semakin luas dan cepat hingga ke pelesok wilayah di Indonesia yang telah banyak mempengaruhi kebiasaan masyarakat sehari hari.

Program dan direktif pimpinan Polri yang sudah berjalan secara berkesinambungan selama usia Polri berdiri , belum menjadikan Polri dikenang sebagai polisi yang baik dan kuat.Sebaliknya perilaku anggota atau kesatuan yang menyalahgunakan kewenangannya dan dipublikasi di media massa secara terus menerus berakibat pada penurunan citra dan popularitas polisi.

Beberapa  kasus yang memunculkan kesan tersebut adalah penggunaan kekerasan yang tidak proposional kepada masyarakat dalam aksi penertiban unjuk rasa , pemerasan dan penyalahgunaan kekuasaan penyidikan pada penanganan perkara pidana di Polisi, penyidikan yang tidak memperhatikan azas keadilan pada kasus-kasus yang terjadi pada kaum marginal, kasus-kasus penanganan pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas, rekruitmen anggota kepolisian dan pengadaan barang dan jasa  di lingkungan kepolisian.

Beberapa kasus tersebut mewakili situasi interaksi kepolisian dan masyarakat yang berakibat pada citra dan popularitas polisi yang buruk, tentunya hal tersebut tidak dapat dibiarkan dan berkembang menjadi budaya organisasi yang pada akhirnya akan menurunkan kepercayaan masayarakat kepada lembaga Polri.

Upaya yang dapat dilakukan untuk penanganan tersebut adalah mengidentifikasi simpul-simpul penyebab permasalahan diatas, yang kemudian di cari solusi yang tepat untuk mengurangi bahkan meniadakannya.

Dari beberapa catatan kecil penulis maka permasalahan tersebut terjadi di lingkungan Polri disebabkan oleh beberapa factor :

1.             Kepribadian

Kepribadian merupakan unsur Pertama terjadinya penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh anggota Polri. polisi lahir dari masyarakat melalui proses recruitment yang diadakan secara periodic setiap tahun.

Setiap individu calon anggota Polri selalu membawa kepribadian awal dari lingkungan asal. kepribadian ini lahir dari sifat bawaan keluarga (kultur asli), lingkungan anak – anak dan remaja (sekolah dan teman bermain) termasuk didikan ayah dan ibunya.

Pada kenyataannya pendidikan kepolisian  apapun levelnya tidak semuanya berhasil merubah kepribadian individu yang kemudian menjadi seorang polisi sebagaimana yang diharapkan.
 Seseorang yang lahir di dasarkan pada temperamen yang kasar secara tidak langsung juga akan melahirkan sosok polisi yang sewaktu – waktu kepribadiannya yang kasar ini akan mewarnai perannya sebagai seorang Polisi. Sebaliknya seseorang yang membawa kepribadian awal yang baik juga ada kecendrungan akan menjadi sosok polisi yang relative berkepribadian baik , meskipun pada faktanya hubungan kasualitas genetic ini tidak selalu bersifat linier.

2.                Keluarga

Unsur kedua adalah keluarga. banyak kasus polisi yang awalnya baik ketika hidup sendiri kemudian berubah menjadi polisi yang korup karena meningkatnya kebutuhan keluarga yang tidak tercukupi oleh gajinya atau bertindak kasar akibat tekanan konflik di rumah tangga.
Sebaliknya pula tidak sedikit peran keluarga juga menjadi seorang polisi itu baik dalam bertugas bahkan berkembang menjadi seorang polisi yang berkepribadian luhur dan selalu melaksanakan tugasnya secara sungguh-sungguh.

3.      Mis Manajemen

Unsur berikutnya adalah kesalahan pengelolaan dalam organisasi polri:
a.       The Right Man On The Right Place :

Belum diterapkannya prinsip The Right Man On The Right Place dalam system pembinaan personil khususnya dilevel bintara dan pama. system pembinaan yang ada saat ini cenderung sekedar mencukupi DSPP. system pembinaan perosnil yang ideal belum optimal dilaksanakan pada level bintara dan pama yang sebagian besar menjadi tanggung jawab Bag SDM tingkat Polres sehingga berdampak pada kwalitas kinerja kesatuan di level pelayanan belum optimal.
Prinsip the right man on the right place dalam pembinaan personel akan sangat menentukan warna sentuhan kepolisian kepada masyarakat khususnya mereka yang bertugas di lini-lini pelayanan dan operasional terdepan (Front  Line Officer) seperti Bhabinkamtibmas, petugas patroli, penyelidik kejahatan, penyidik pembantu, petugas lalu lintas di jalan, anggota satuan dalmas,  dimana  sehari harinya mereka harus menghadapi berbagai permasalahan masyarakat yang memiliki karakteristik berbeda-beda.

b.  Pudarnya Profesionalisme Profesi Kepolisian (Etika, Teknis, Taktis dan Keterampilan) :

Dirasakan saat ini profesionalisme profesi kepolisian memudar baik di hampir semua level kepangkatan. keterampilan keterampilan dasar kepolisian seperti kemampuan beladiri polri, turjawali, lidik kepolisian, dan sebagainnya dirasakan menurun begitu pula pada penguasaan taktis dan teknis kepolisian maupun manajemen dasar pada pengelolaan organisasi.

Situasi tersebut diperburuk dengan biasnya nilai – nilai dasar sebagai seorang polisi apakah sebagai alat penguasa atau sebagai abdi masyarakat yang melekat pada karakter pribadi-pribadi polisi. Ketika karakter sebagai penguasa yang lebih kuat maka polisi tersebut akan menjadi masyarakat sebagai objek kekuasaannya sebaliknya ketika karakter sebagai seorang abdi lebih kuat maka seorang polisi akan menempatkan masyarakat sebagai cermin dari pekerjaannya.Hal ini sangat ditentukan oleh kepahaman anggota pada nilai-nilai moral dan tata laku yang ada pada etika kepribadian dan etika kelembagaan Polri.


c.       Apatisme di Lingkungan Manajemen :

Demokratisasi dilingkungan kepolisian disisi lain mengakibatkan menurunnya pengawasan atasan kepada bawahan. atasan saat ini takut menindak kepada bawahan dikarenakan sungkan dan menganggap bawahan bisa berjalan sendiri – sendiri yang terpenting tidak melakukan pelanggaran.

 Sebaliknya bawahan banyak menyalahgunakan situasi ini sehingga terjadi disorganisasi (satuan tidak solid dan tidak professional).Anggota di sisi lain menyadari akan hak haknya tetapi tidak diikuti dengan kemauan untuk meningkatkan kemampuan diri sendiri sebagai bagian dari meningkatnya tanggung jawabnya.

d.      Lemahnya “Field Leadership”

Banyak kepemimpinan lapangan yang lemah, akibatnya terjadi disorganisasi dan disorientasi tugas dan peran kepolisian di lapangan. kepemimpinan yang lemah ditandai dengan :

-         Ketidak mampuan mengelola kekuatan pada saat kritis serta  memilih cara yang tepat untuk menghadapinya serta mengambil resiko pada keputusan yang diambil.
-        Disiplin anggota yang menurun dalam melaksanakan standar operational procedure.
-        Kepemimpinan yang hilang akibat lemahnya ketauladanan.
-        Kepemimpinan lapangan yang tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengelola sumber daya organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.
-      Kepemimpinan yang kurang memiliki cara pandang kedepan terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh unit atau satuannya.
4.      Lingkungan Sosial

Lingkungan social juga memainkan peranan yang tidak kalah penting dalam membentuk karakter dan kepribadian seorang anggota Polri.

Pengaruh lingkungan social yang hedonis dan semakin mahal mengakibatkan banyak polisi yang harus berfikir untuk mencari tambahan demi mencukupi kebutuhan keluarga dan sosialnya sekaligus mengikuti budaya dan gaya hidup hedonisme.
Gang – gang narkotika dan kejahatan lainnya juga banyak memberikan pengaruh bagi polisi-polisi muda untuk menjadi bagian dari budaya mereka.

Demikian pula dengan meningkatkan asosiasi masyarakat yang menggunakan cara cara kekerasan dalam menyelesaikan masalah, sedikit banyak akan mempengaruhi cara kebanyakan polisi dalam memilih cara bertindak kekerasaan sebagai jalan satu satunya dan praktis ketika mereka harus dihadapkan pada situasi ini karena pada kenyataanya yang takut akan potret kekerasan masyarakat adalah tidak hanya masyarakat tetapi juga polisi secara pribadi.

III.             Penutup

Permasalahan permasalahan tersebut tentunya tidak dapat dipecahkan dalam waktu singkat dan dalam tulisan ini penulis menyerahkan kepada pembaca untuk ikut berfikir dan melaksanakan cara-cara yang paling tepat untuk membangun polisi yang “baik dan kuat” berdasarkan berbagai permasalahan internal yang dirasakan ada di dalam organisasi Polri serta pendekatan pendekatan perubahan yang ingin dilakukan.
Sebagai penutup penulis ingin menyampaikan ulang tentang sebuah puisi yang disampaikan oleh Wesminter Abbey di Inggris Beberapa Abad Lalu tentang “Mari Berubah”.

Semoga mampu menjadi inspirasi bagi setiap anggota Polri yang masih memiliki kepedulian terhadap Polri yang baik dan kuat demi masa depan bangsa Indonesia yang bersatu, berkepribadian dan sejahtera.

Mari Berubah :

“ Ketika Aku Masih Muda dan Bebas Berkhayal Aku Bermimpi Ingin Mengubah Dunia Seiring Dengan Bertambahnya Usia dan KearifanKu .
Kudapati Bahwa Dunia Tidak Kunjung Berubah Maka Cita-citaku itupun agak kupersempit.
Lalu Kuputuskan Untuk Hanya Mengubah Negeriku, Namun Tampaknya Hasrat Itupun Tiada Hasilnya.
Ketika Usiaku Semakin Senja, Dengan Semangatku Yang masih tersisa Kuputuskan Untuk mengubah Keluarga, Orang-orang yang paling dekat denganku.
Tapi celakanya, merekapun tidak mau diubah.
Dan Kini, Sementara Aku Berbaring Saat Ajal Menjelang Tiba-tiba Aku Sadari, Andaikan Yang Pertama-tama Kuubah adalah diriku, maka dengan menjadikan diriku sebagai Panutan, mungkin aku bisa mengubah keluargaku.
Lalu Berkayal Inspirasi dan Dorongan Mereka, Bisa Jadi Akupun Mampu Memperbaiki Negeriku.
Kemudian Siapa Tahu Aku Bahkan Bisa Mengubah Dunia.

Salam Saya,

AKBP Andry Wibowo, Sik,MH,Msi

1 komentar:

  1. Sangat baik sebagai bahan guna diimplementasikan dilapangan. Saran kiranya perlu disandingkan dgn Etika Profesi Kepolisian.
    (Agus S Bakrie)

    BalasHapus