TATA KELOLA KEKUATAN POLISIONIL
DALAM PENANGANAN MASALAH KAMTIBMAS
(LAW AND ORDER)
Suatu Pemikiran Sederhana
OLEH
AKBP ANDRY WIBOWO, SIK, MH, M.Si
I. PENDAHULUAN
Masalah kamtibmas merupakan bagian dari masalah social yang berhubungan erat dengan suatu situasi terganggunya psikis dan fisik yang dialami dan dirasakan oleh masyarakat yang berhubungan dengan keamanan, dan keselamatan individual maupun kolektif sebagai akibat dari berbagai dinamika kegiatan masyarakat , dinamika kebijakan public yang dikeluarkan oleh lembaga hukum/pemerintah/legislatif, organisasi non pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, komunitas, pelaku kejahatan serta bencana alam.
Dalam konstruksi relasi Negara dan masyarakat, polisi memiliki peran penting untuk menangani berbagai masalah kamtibmas yang terjadi dan dirasakan oleh masyarakat.UU No 2 Tahun 2002 memberikan Tugas Pokok, Fungsi dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memelihara kamtibmas; memberikan perlindungan, pelayanan dan pengayoman kepolisian serta melakukan upaya penegakkan hukum terhadap kejahatan.
Dalam relasinya tersebut selalu memberikan peluang terjadinya harmoni dan konflik antara petugas kepolisian dengan masyarakat. Kekuasaan kepolisian yang dioperasionalisasikan selalu dipandang sebagai wujud dari kebenaran norma hukum positif/normatif (Quid Yuris) yang harus ditegakan dimana pengendalian situasi kamtibmas merupakan tujuan. Hal ini berbanding terbalik dengan kepentingan masyarakat yang berbeda beda atau bervariasi yang oleh berbagai pakar sosiologi dikatakan sebagai kebenaran empiris (quid facti) yang lebih menekankan kepada aspek keseimbangan sebagai tujuan.
Apalagi di zaman demokratisasi saat ini , perkembangan hukum di masyarakat tidak lagi didasari satu makzab belaka sebagaimana pada era otoritarian dimana hukum merupakan dipandang sebagai alat paksa pemegang kekuasaan , dipengaruhi oleh kepentingan ideal, materiil dan kepentingan kelompok-kelompok dalam masyarakat sehingga menjadi struktur social (Max Webber) tetapi telah berkembang pula dalam masyarakat bahwa keberadaan hukum harus mengabdi kepada kepentingan rakyat untuk menekan kaum borjuis (karl marx).
Dalam kasus-kasus sengketa pertambangan baik di Mesuji dan Bima, benturan antara dua makzab hukum tersebut tampak terjadi dan pada masa yang akan datang potensi benturan antara berbagai makzab hukum sebagai bagian dari benturan peradaban akan selalu terjadi di masyarakat dalam era demokratisasi serta keterbukaan informasi saat ini termasuk munculnya radikalisme bernuansa SARA.
Apalagi system hukum pidana kita yang lebih berorientasi pada civil law (Eropa continental) sedang mendapatkan ujian terhadap perkembangan nilai nilai hukum masyarakat yang didasarkan pada Common Law (Anglo Saxon) , Islamic Law (Timur Tengah) dan Socialist Law yang mendasari kepada kepentingan umum selain juga nilai nilai hukum local yang masih berlaku di beberapa komunitas etnis di Indonesia.
Tetapi perlu juga diwaspadai transisi system politik otoritarian kepada system politik demokrasi saat ini tidak sedikit telah melahirkan masyarakat tanpa nilai (Blind Society) dimana masyarakat tidak mengindahkan satupun nilai-nilai social yang umum dikenal dalam msayarakat selama ini. Blind society merupakan komunitas masyarakat yang mempersepsikan kebebasan sebagai nilai absolute yang berakibat mereka berfikir dan bertindak tidak lagi mengindahkan dan percaya pada struktur hukum, norma hukum dan adat istiadat.
Dengan situasi tersebut maka setiap permasalahan kamtibmas yang timbul, polisi selalu dihadapkan kepada 2(dua) kutub tujuan sebagaimana tugas pokok, fungsi dan peran yaitu menegakkan hukum dan menjaga ketertiban. Secara konseptual sepertinya dua konsep ini mudah untuk dilaksanakan, tetapi pada kenyataannya kesalahan mengambil keputusan atas keduanya selalu menimbulkan masalah baru yang tidak sedikit menimbulkan kritik kepada Polri khususnya ketika Polri harus dihadapkan pada konflik-konflik yang berdimensi kolektif atau munculkan benturan kepentingan antara kepentingan pemilik modal yang memiliki penguasaan atas kekuasaan hukum dengan masyarakat ( kepentingan public ) yang memiliki kekuasaan teritori sebagaimana pada kasus Bima dan Mesuji. Dalam banyak pengalaman maka sebaiknya kepentingan ketertiban umum lebih didahulukan dibandingkan dengan kepentingan hukum khususnya dalam mengatasi masalah krisis dalam situasi konflik yang bersifat kolektif dan kompleks.
Maka dalam menghadapi dinamika permasalahan kamtibmas sebagai bagian dari permasalahan social yang dilatar belakangi berbagai dimensi persoalan baik horizontal maupun vertical , kemampuan pengelolaan kekuatan polisionil termasuk didalamnya pembangunan, pemeliharaan dan penggunaannya secara efektif dan efisien menjadi factor kunci dalam menentukan keberhasilan Polri dalam menjalankan tugas pokok, fungsi dan perannya.
II. BAGAIMANA TATA KELOLA KEKUATAN POLISIONIL
A. Langkah Pertama : Memahami Agenda Kegiatan sebagai sumber permasalahan;
Dalam konteks operasionalisasi personel kepolisian di satuan kerja maupun satuan kewilayahan dalam menghadapi permasalahan kamtibmas selalu didasarkan pada hal hal yang bersifat rutin ,mingguan, bulanan, tahunan, periodic, insidentil dan khusus.
Hal- hal yanag bersifat rutin meliputi kegiatan yang setiap hari dilakukan baik di rumah, di sekolah, di kantor, di pasar, pabrik , bank, dsb serta mobilisasi masyarakat dalam bergerak dari titik satu ke titik lainnya.
Hal-hal yang bersifat mingguan meliputi kegiatan yang setiap minggu dilakukan misalnya sholat jumat , kebaktian di gereja atau berlibur dalam rangka weekend, dsb.
Hal-hal yang bersifat bulanan meliputi kegiatan yang hanya setiap bulan terjadi missal gajian, rapat kabinet,dsb.
Hal-hal yang bersifat tahunan meliputi kegiatan yang setiap tahun dilakukan seperti perayaan lebaran, perayaan natal dan tahun baru, perayaan tahun baru china, perayaan hari jadi Negara kesatuan republic Indonesia, Hari jadi Profinsi dab kabupaten , dsb
Hal-hal yang bersifat insedentil meliputi konser music, unjuk rasa (meskipun di beberapa kota hal ini telah menjadi agenda rutin),dsb.
Hal-hal bersifat khusus misalnya bentrok antar warga, bencana alam, event event pemerintahan, dsb.
Dalam konteks ini, setiap personel kepolisian khususnya mereka yang bertugas di bidang operasional harus memiliki sensitifitas terhadap agenda kegiatan masyarakat dan pemerintah serta berfikir visioner (Know How) / mau tau apa saja permasalahan yang harus dihadapi kesatuannya kedepan.
Dengan berfikir tersebut maka diharapkan setiap personel kepolisian di bidang operasional harus memiliki kepekaan dan keingin tahuan atas kegiatan masyarakat dan pemerintah didasarkan pada pertanyaan:
1. Kapan Kegiatan tersebut dilaksanakan;
2. Dimana Kegiatan tersebut dilaksanakan;
3. Apa bentuk kegiatan tersebut;
4. Berapa jumlah massa yang akan terlibat (Jenis Kelamin, Usia, Latar Belakang Ideologi, Organisasi massa yang menjadi sponsor, dsb)
5. Bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan;
6. Ancaman dan Peluang Yang akan dihadapi (peta permasalahan);
Dalam hal ini setiap personel di bidang operasional harus memiliki prinsip “Think The Worst , Do The Best” dengan mengedepankan efektifitas ketimbang efisiensi jika prediksi intelijen tidak mampu memprediksi secara tajam, atau berfikir “minimum force/efisiensi dengan hasil maksimal” jika prediksi intelijen dapat mengukur secara tepat ancaman yang ada.
Untuk mengetahui hal itu semua maka setiap personel kepolisian yang bekerja di bidang operasional harus “WELL INFORM” . Hal ini dapat diperoleh dari berbagai kegiatan dan produk intelijen, hasil rapat-rapat koordinasi, atau bersumber dari informasi lainnya yang diperoleh baik melalui media massa atau sumber informasi lainnya.
Tidak kalah pentingnya jika kegiatan tersebut pernah dilakukan maka rujukan atas kegiatan yang pernah dilaksanakan wajib menjadi bagian dari pertimbangan situasional yang diprediksi terjadi pada kegiatan yang akan datang.
B. langkah kedua : Berfikir Sumber Daya Yang Tersedia (Power On Hand)
Dalam menghadapi kegiatan masyarakat dan pemerintah dengan situasi yang diharapkan telah mendapatkan penilaian intelijen maka satuan kerja atau satuan kewilayahan yang memiliki tanggung jawab operasional sudah mulai mempersiapkan sumber daya kekuatan polisionil dalam melaksanakan kegiatan kepolisian tersebut.
Adapun langkah-langkah penyiapan sumber daya kekuatan polisionil tersebut meliputi :
1. Berapa Jumlah Personel Yang Akan digunakan ?
Jumlah personel ini dapat mengacu kepada 2 (dua ) prinsip dasar yaitu pertama “Think The Worst And Do The Best” yaitu dengan mengesampaingkan efisiensi tetapi lebih mengedepankan efektifitas penggelaran kekuatan sebesar besarnya disesuaikan dengan jumlah massa yang harus dikelola. contoh massa unras buruh yang berjumlah 1000 orang maka dapat disiapkan kekuatan polisionil 500-1000 personel kepolisian dan perkuatannya.
kedua “minimum force dengan mengedepankan efisiensi dengan tetap mengharapkan hasil yang maksimal”.contoh massa unras kaum guru yang umumnya wanita berjumlah 500 orang maka dapat disiapkan kekuatan polisionil antara 50-100 personel kepolisian dan perkuatannya.
2. Sumbernya dari mana ?
Jika jumlah kekuatan polisiionil telah ditetapkan maka selanjutnya seorang kepala satuan harus berfikir sumber daya kekuatan kepolisian tersebut diambil dari mana apakah bersumber dari Polri (Mabes,Polda, Polres s/d Polsek) saja atau memerlukan sumber daya kekuatan kawan seperti TNI atau Pemerintah daerah dan juga kekuatan swakarsa yang dibentuk oleh masyarakat.
3. Alat perlengkapan apa yang akan digunakan?
Setelah jumlah personel ditetapkan maka selanjutnya seorang kepala kesatuan atau petugas kepolisian di bidang operasional harus berfikir tentang perlengkapan perorangan dan kesatuan yang akan digunakan dalam pengelolaan kegiatan masyarakat atau pemerintah.
Dalam konteks ini maka prinsip “Humanitarian” dapat dijadikan pedoman dalam menentukan alat perlengkapan yang digunakan oleh anggota kepolisian sehingga peralatan yang dapat dipakai harus dikedepankan adalah alat-alat kepolisian yang bersifat non lethal weapon (alat-alat yang tidak menimbulkan akibat kepada jiwa orang lain).
Hal ini dapat diperkecualikan jika prediksi intelijen mencatat bahwa situasi yang akan dihadapi akan dapat mengancam jiwa personel kepolisian atau masyarakat umumnya hal ini dihadapi dalam menangani masalah-masalah kejahatan dengan penggunaan senjata api atau senjata tajam.
Jikapun yang harus dihadapi adalah masyarakat yang membawa perlengkapan senjata api dan senjata tajam maka jumlah peralatan yang dapat menimbulkan kerugian jiwa sedapat mungkin dibatasi pada mereka yang sudah terlatih untuk melakukan kegiatan penanganan anarkime massa termasuk menghadapi organisasi kejahatan yang memang telah terlatih untuk menggunakan alat kekerasan dalam modus operandinya.
4. Bagaimana Mobilisasinya?
Dengan jumlah personel yang telah disiapkan maka kepala kesatuan atau personel kepolisian di bidang operasional harus memikirkan mobilisasi personel ke lokasi kegiatan.Diupayakan personel dimobilisasi dalam ikatan baik regu/unit, peleton, kompi s/d batalyon serta gunakan sarana mobilisasi dinas. Hindari mobilisasi dengan menggunakan sarana pribadi.
5. bagaimana Pengorganisasiannya ?
Dalam mengelola sumber daya personil sebagai alat utama kegiatan kepolisian seyogyanya kepala kesatuan atau personil di bidang operasional harus mampu memetakan kebutuhan personil dan spesifikasi kemampuan yang diperlukan sesuai dengan ancaman atau tantangan tugas yang dihadapi melalui langkah :
a) Siapa saja yang dilibatkan ?
b) Berbuat apa ?
c) Bekerjasama dengan siapa ?
d) Bertanggung jawab kepada siapa ?
Dalam Perkap No 9 tahun 2011 tentang Manajemen Operasional Kepolisian telah di susun pedoman dasar model pengorganisasian dalam suatu operasi kepolisian namun demikian tetap dibutuhkan penjabaran kepada pengorganisasian sampai dengan unit terkecil bahkan pengorganisasian peran perorangan personil kepolisian yang diberikan tanggung jawab polisionil.
6. Bagaimana System Komunikasi, komando dan pengendalian.
dalam mengefektifkan kegiatan Kepolisian apalagi dalam jumlah personil yang banyak dan multitugas (Preemtif, preventif, represif dan intelijen) multifungsi (reskrim, intel, sabhara dan lantas) bahkan multisatgas (Polri, TNI dan Pemda) pengendalian terhadap mereka sangat menentukan efektifitas keberadaan personil dan tindakan yang telah direncanakan.
Dalam penugasan seperti ini tidak ada tugas yang bersifat personal tetapi semua dalam satu kesatuan dinamika operasional dalam mencapai sasaran atau tujuan kegiatan tersebut. untuk itulah kemudian kesatuan komando yang mampu mengendalikan kekuatan polisionil sampai dengan setiap orang yang ditugaskan akan memberikan dampak kepada daya cegah, dan daya tangkal serta kesoliditasan kesatuan tugas.
System komunikasi, komando dan pengendalian dapat memanfaatkan jaringan komunikasi dinas, jaringan komunikasi dinas satuan kawan atau jaringan komunikasi swasta maupun masyarakat. dalam kondisi darurat harus juga disiapkan model komunikasi manual dan tradisonal seperti caraka atau dengan menggunakan symbol – symbol komunikasi yang sudah di kenal oleh personil dan atau kesatuan yang digunakan suatu operasi atau kegiatan kepolisian.
C. langkah ketiga : Berfikir Tentang Tindakan Kepolisian (Police Power)
dalam tahapan ini seorang kepala kesatuan atau personil di bidang operasional sudah harus mampu memilih jenis tindakan kepolisian yang dikedepankan sesuai dengan hakekat tantangan tugas atau ancaman yang dihadapi. dalam hal ini jenis – jenis tindakan kepolisian yang dipilih dan dilakukan yaitu :
1. Jenis Tindakan Yang Dipilih
a) Tindakan Preemtif :
Meliputi tindakan – tindakan kepolisian yang lebih mengendepankan kepada pemberdayaan dan penyadaran partisipasi masyarakat seperti membuat semboyan – semboyan kamtibmas yang ditempatkan pada titik – titik strategis yang dapat di baca dan di pahami oleh masyarakat misalnya “dilarang membawa petasan kedalam stadion”, “dilarang merusak fasilitas umum pada saat unjuk rasa”.
b) Tidakan Preventif :
Meliputi tindakan kepolisian yang lebih mengedepankan kepada upaya pencegahan terhadap berbagai bentuk gangguan terhadap ketertiban masyarakat dengan melakukan upaya pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli.
c) Tindakan Represif :
Meliputi tindakan kepolisian yang lebih mengedepankan upaya penegakan hukum terhadapa berbagai bentuk gangguan nyata yang terjadi dan dilakukan berdasarkan azas keperluan, proposionalitas, manfaat dan objektif serta menjunjung tinggi prinsip hukum serta asasi manusia.
Dalam situasi tertentu khususnya dalam kerusuhan skala besar dimana kekuatan polisionil tidak sebanding dengan kekuatan massa baik jumlah personil, peralatan dan kemampuan maka tindakan represif dapat dikesampingkan sementara waktu jika kalau tindakan tersebut justru akan menimbulkan ketidaktertiban yang lebih besar serta resiko korban dari Pihak personil polri dan masyarakat.
Dalam kondisi ini sebaiknya kekuatan yang tergelar dikonsolidasikan untuk mengisolasi lokasi krisis sambil menunggu waktu yang tepat untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka mengembalikan ketertiban umum yang terganggu. peran pemimpin lapangan sangat penting dalam mengendalikan situasi seperti ini karena sangat dimungkinkan pasukan telah tercerai berai akibat dinamika rusuh massa.
d) Rehabilitatif
Meliputi tindakan kepolisian yang lebih mengedepankan kepada tindakan pemulihan pasca krisis yang disebabkan terganggunya ketertiban umum sebagai akibat dari suatu kondisi anarkis massa atau rusuh massa. jenis tindakan rehabilitative berupa upaya konsolidasi rehabilitatif dapat berupa pelaksanaan penggelaran kekuatan kepolisian dalam skala besar.
e) Evakuasi
Meliputi tindakan kepolisian yang lebih mengedepankan kepada tindakan pertolongan, pemindahan, pergeseran, personil polri dan keamanan lainnya termasuk masyarakat yang memerlukan.
f) Intelijen
meliputi tindakan kepolisian yang dilakukan oleh seluruh personil yang dilibatkan dan atau personil intelijen dalam melakukan pengindraan dini (pengumpulan bahan keterangan), peringatan dini (telaan intelijen), penangkalan dini (penggalangan) yang dilakukan secara dinamis dan terus menerus dalam mendukung efektivitas tercapainya sasaran atau tujuan kegiatan.
2. Bagaimana Taktis Operasionalnya
1 |
2 |
3 |
a). Point To Point
2 |
|
3 |
1 |
b). System Ring
1 |
2 |
3 |
4 |
c). System Beat
jalan |
titik kumpul |
|
titik giat |
|
|
3. Bagaimana Teknis dan Keterampilan Kepolisian
Teknis operasional berkaitan dengan bagaimana seorang petugas kepolisian menjalankan wewenangnya. missal bagaimana patrol yang benar, bagaimana penangkapan yang benar, bagaimana pembubaran massa yang benar, bagaimana pengaturan arus lalu lintas yang benar dan sebagainya. hal ini menyangkut standar operasional prosedur yang sudah di tetapkan oleh kesatuan termasuk di dalamnya standar profesi kepolisian dalam bentuk keterampilan kepolisian missalnya kerampilan menggunakan pluit, keterampilan berkomunikasi, keterampilan melumpuhkan lawan, keterampilan menggunakan alat – alat kekerasan kepolisian (tongkat / senjata).
D. langkah keempat : Kesiapan Administrasi, Anggaran, dan Logistic.
Seluruh kegiatan atau operasi kepolisian selalu dilengkapi dengan kesiapan administrasi seperti rencana operasi, rencana pengamanan, rencana kontijensi, surat – surat perintah dan perwabku. selain itu secara fungsional sebaiknya juga menyiapkan rencana fungsi seperti dalam penangkapan hendaknya menyiapkan rencana penangkapan, surat perintah penangkapan serta perwabku.
Hal tersebut berkaitan dengan prinsip kerja akuntabel yang berdasarkan prinsip kecakapan profesi Kepolisian, manajemen, prinsip yuridis administratif dan berbasis anggaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar