Entri Populer

Rabu, 08 Februari 2012

MODEL KEGIATAN KEPOLISIAN


 Pola-pola Kejahatan dan Model-model  Pemolisian
OLEH
AKBP ANDRY WIBOWO, SIK, MH, MSI

A.   Latar Belakang

Fight The Crime adalah salah satu motto kepolisian yang bersifat universal tidak terkecuali bagi kepolisian di Indonesia. Sebagai bayang-bayang dalam kehidupan masyarakat kejahatan pada kenyataannya merupakan bagian dari patologi sosial yang lahir dari bermacam sebab.
Sebab-sebab tersebut kemudian mendorong para ahli di bidang ilmu sosial untuk mempelajari sebab-sebab lahirmya kejahatan yang melahirkan teori-teori terjadinya kejahatan ( Crime Pattern Theory).
Tentunya kejahatan-kejahatan tersebut tidak dapat dibiarkan berkembang, sehingga dalam rangka menanggulangi perkembangan kejahatan lahirlah teori-teori penanggulangan kejahatan.
Salah satu teori tersebut berkembang pada ilmu kepolisian yang kemudian mendorong berbagai teori pemolisian yang merupakan landasan konseptual untuk mengembangkan berbagai strategi bagi kepolisian untuk menanggulangi kejahatan.
Jika dalam dunia militer kita mengenal berbagai strategi dalam berperang maka merupakan kewajiban bagi setiap anggota kepolisian untuk mampu menguasai berbagai teori lahirnya kejahatan dalam memahami tantangan persoalan yang dihadapi  dan teori pemolisian dalam rangka berstrategi untuk menanggulanginya.

B.   Teori terjadinya kejahatan (Crime Pattern Theory) :

Dalam konsep dasar yang dikenal selama ini, kita telah mengenal suatu konsep dasar tentang terjadinya suatu kejahatan yaitu bertemunya Niat dan Kesempatan (KJ=N+K). Teori dasar ini demikian popular sehingga masyarakatpun memahami teori ini.
Untuk melengkapi teori-teori tersebut dan untuk kepentingan pemahaman bagaimana suatu kejahatan dapat terjadi kepada setiap orang maka di bawah ini beberapa teori dasar tentang bagaimana pelaku kejahatan memanfaat setiap situasi yang memungkinkan pelaku melakukan kejahatan :

  1. Hot Spot Policing : Pemolisian dengan model “Hot Spot Policing” merupakan model pemolisian yang lahir dari pemikiran kenapa kejahatan terjadi di tempat tertentu dan tidak di tempat lain.model pemolisian seperti ini lahir sejalan dengan perkembangan kriminologi pada tahun 1980-an yang dikembangkan oleh Paul Dan Patricia Bratingham. Model ini dititik beratkan pada prinsip-prinsip geografis yang dipandang dari ilmu kriminologi.Dalam pemolisian model ini membutuhkan  kemampuan polisi untuk memetakan dan menganalisanya atau dikenal dengan Mapping and Analysis For Public Safety (MAPS).
  2. Routine Activity Theory : Konsep terjadinya kejahatan berdasarkan  “Routine Activity Theory” didasarkan pada suatu respons atas konsep kejahatan yang menyatakan  bahwa kejahatan terjadi karena  adanya pelaku kejahatan yang bertemu dengan  target yang diinginkan serta  tidak adanya kekuatan pengamanan pada waktu yang bersamaan. Pelaku kejahatan memilih dan menemukan target mereka mengikuti kegiatan rutin korbannya, seperti melakukan perjalanan dari rumah ke kantor, berbelanja, dsb. Sehingga pelaku kejahatan akan melakukan kejahatannya terhadap sasaran yang diinginkan dengan mengikuti pola kegiatan rutin sasarannya.
  3. Situational Crime Prevention Theory : Teori ini memberikan rekomendasi kepada polisi atau otoritas yang berwenang dalam penanggulangan kejahatan bahwa kejahatan dan ketidak tertiban umum dapat dicegah dengan mengurangi kesempatan terjadinya kejahatan. Misalnya kejahatan sering terjadi di lorong atau jalan gelap, maka otoritas publik dapat melakukan pencegahan dengan memberikan penerangan pada lorong atau jalan gelap tadi dengan suatu lampu penerangan serta meningkatkan kehadiran polisi di lorong atau jalan tersebut.
  4. Broken Windows Theory :Teori ini memberikan gambaran kepada kita bahwa kejahatan besar lahir diawali dengan berbagai bentuk pelanggaran ringan di masyarakat yang tidak segera diperbaiki oleh polisi atau otoritas publik lainnya.
  5. Crime Oppurtunity Theory : Teori ini memberikan gambaran kepada kita bahwa suatu kejahatan dapat terjadi manakala pelaku kejahatan melihat adanya peluang  atau kesempatan bagi mereka untuk melakukan suatu kejahatan, misal seseorang memarkirkan kendaraan bukan di tempat yang ditentukan, maka hal ini akan mengundang  pelaku kejahatan untuk melakukan pencurian kendaraan bermotor.
  6. Social Disorganization Theory :Dalam konsep ini kejahatan dapat terjadi manakala tidak terjadi suatu relasi warga yang baik seperti tidak adanya suatu kehidupan kolektif di suatu komunitas atau kehidupan yang individualis yang menyebabkan antar warga tidak saling peduli termasuk kepedulian terhadap situasi lingkungannya.

C.   Model-model Pemolisian

Model-model pemolisianpun terus berkembang sejalan dengan tuntutan situasional yang terus berkembang kepada kepolisian di manapun di dunia untuk mampu mengendalikan kejahatan, menjaga ketertiban umum serta memberikan pelayanan kepolisian yang terbaik. Kesemuanya dilakukan dalam rangka terpeliharanya suatu situasi keamanan dan ketertiban masyarakat.
Beberapa model pemolisian dibawah ini merupakan model-model yang dikembangkan oleh kepolisian-kepolisian di dunia.
1.    Community Oriented Policing: COP mulai dikenal dan diterima dalam praktek pemolisian sekitar tahun 1980-an sebagai alternative dari model-model pemolisian tradisioonal yang telah berlangsung kurang lebih 150 tahun sejak kepolisian modern diperkenalkan oleh sir robert peel.
Ketika kepolisian tradisional memprioritaskan kepada kontrol terhadap kejahatan dan pemeliharaan ketertiban, 2(dua) dari 3 (tiga) fungsi utama kepolisian, maka COP mencoba mengembangkan fungsi utama ke 3 (tiga) dari kepolisian yaitu pada pelayanan kepolisian dan kegiatan kepolisian pada upaya pencegahan kejahatan.
Dalam model ini maka dituntut redefinisi hubungan polisi dengan komunitas, dimana komunitas merupakan Co-Producers dari perumusan program-program keamanan dan ketertiban masyarakat (Skolnick and Bayley ; 1988).




Ada beberapa elemen penting dalam pelaksanaan program Community-Oriented Policing ini yaitu :
a.    Pemberdayaan komuniti;
b.    Kepercayaan terhadap peran kepolisian yang luas;
c. Kemauan Polisi untuk memberdayakan warga dalam bekerjasama, pertukaran informasi dan pendelegasian wewenang kepolisian;
d.    Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Keterampilan;
e. Mengoptimalkan taktik khusus kepada target yang ditetapkan dalam memecahkan masalah-masalah tertentu ketimbang menggunakan taktik-taktik yang bersifat umum seperti melakukan patroli dan panggilan darurat;
f.      Memberikan wewenang ke satuan-satuan terdepan yang memiliki tanggung jawab terhadap permasalahan di suatu komunitas.
Dalam banyak contoh strategi yang bercirikan model Pemolisian COP tampak pada
1)     upaya pemberdayaan patroli jalan kaki,
2)    upaya menugaskan polisi yang bertanggung jawab kepada pembinaan sekolah,
3)    upaya polisi dalam menghadirkan kantor-kantor pelayanan yang didekatkan dengan masyarakat,
4)    upaya polisi dalam menyebar polisi-polisi pedesaan atau polisi yang ditempatkan pada komunitas-komunitas berdasarkan karakter geografis seperti polisi di komunitas nelayan, polisi di komunitas pedagang ,
5)    atau mengoptimalkan aktifitas di lingkungan warga dalam pencegahan kejahatan ( Zhao, He, dan Lovrich 2003).
2.    Hot Spot Policing : Model pemolisian yang didasarkan kepada respons kepolisian terhadap perkembangan kejahatan di suatu area (Specific Area) dengan menggunakan metode MAPS (Mapping And Analysis For Public Safety).
Dalam banyak evaluasi praktek pemolisian model ini khususnya di Amerika Serikat, model pemolisian “Hot Spot” ini mampu menghilangkan kejahatan di suatu tempat yang menjadi perhatian atau fokus para penegak hukum.
Tetapi kecenderungannya para pelaku kejahatan akan beroperasi pada daerah lain yang kurang mendapatkan perhatian dari aparat penegak hukum.
Hot spot policing relatif efektif digunakan pada area atau wilayah yang kecil dengan jumlah personel yang terbatas, misalnya penanganan kejahatan pada pemukiman kosong yang ditinggalkan pemudiknya pulang kampung pada saat hari raya. Atau penanganan minuman keras pada lingkungan-lingkungan sekolah.dsb
3.    Intelegence Led Policing : “Intelegence Led Policing”secara harafiah merupakan strategi operasional yang diterapkan oleh kepolisian dalam menanggulangi kejahatan yaitu dengan mengkombinasikan penggunaan analisa kejahatan dan intelijen kriminal dalam menentukan taktik menurunkan kejahatan dengan memfokuskan pada penegakkan hukum dan pencegahan aktifitas kejahatan para pelaku kejahatan dengan menfokuskan pada aktifitas para residivis.
Strategi operasional ini menekankan pada pengumpulan data intelijen melalui suatu kegiatan intelijen dalam mengumpulkan bahan-bahan informasi yang diperlukan melalui jaringan informan, interview terhadap para pelaku kejahatan, analisa data panggilan telephone, pembuntutan pelaku kejahatan , pengumpulan informasi dari masyarakat.


Data – data itu kemudian dianalisa untuk menentukan taktik-taktik operasional yang akan dilakukan dalam kegiatan atau operasi penegakkan hukum terhadap target-target yang telah ditetapkan.
Perbedaan model ini dengan problem – oriented policing adalah problem-oriented policing secara filosophy menekankan pada pemecahan masalah-masalah yang dapat menimbulkan kejahatan.


D.   Penutup

Secara mendasar telah digambarkan beberapa teori tentang lahirnya suatu kejahatan di masyarakat serta beberapa teori pemolisian yang merupakan landasan konseptual yang juga merupakan landasan menentukan strategi penanggulangannya.
Tentunya setiap kejahatan lahir dari berbagai sebab dan berwujud dalam berbagai karakter sehingga menurut penulis pemecahannya juga memerlukan strategi yang tepat sesuai dengan karakter kejahatan yang dihadapi dan tujuan-tujuan yang diinginkan dari manajemen kepolisian dalam menangani berbagai fenomena kejahatan yang ada di masyarakat.
Apakah ia bertujuan untuk mengungkap kejahatan itu sendiri ataukah mencegah kejahatan tersebut tidak terulang kembali di kemudian hari melalui pemecahan akar masalahnya.

Dalam prakteknya semua menjadi sangat penting, karena pada prinsipnya model pemolisian satu dengan model pemolisian lainnya bersifat saling melengkapi dan dapat digunakan sebagai strategi penanganan kejahatan demi terwujud dan terpeliharanya kamtibmas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar